20 Mayıs 2016 Cuma

Anak-Anak Tersayang!

Anak-Anak Tersayang!

Satu bab tersendiri diperuntukkan bagi tumbangnya teori evolusi, karena teori ini menjadi dasar dari seluruh filosofis anti-spiritual. Sejak Darwinisme menolak fakta penciptaan—dan karenanya, juga menolak Keberadaan Allah—lebih dari 140 tahun terakhir, telah banyak orang menyingkirkan keimanan atau jatuh dalam keraguan. Karena itu, merupakan tugas sangat penting untuk memperlihatkan pada setiap orang bahwa teori tersebut adalah suatu penipuan. Berhubung beberapa pembaca mungkin hanya mendapatkan kesempatan untuk membaca salah satu buku saja, kami anggap tepat kiranya mempersembahkan sebuah bab untuk menceritakan subjek ini secara jelas.
Seluruh buku penulis menjelaskan isu-isu keimanan dalam ayat-ayat Al Quran. Penulis mengundang pembaca untuk mempelajari firman-firman Allah dan melaksanakannya dalam kehidupan. Seluruh topik berkenaan dengan ayat-ayat Allah dijelaskan sedemikian rupa hingga tidak menyisakan keraguan atau ruang untuk bertanya-tanya dalam benak pembaca. Kesungguhan buku-buku ini, kesederhanaan dan gaya yang fasih, menjamin bahwa siapa pun, berapapun umurnya, apapun kelompok sosialnya, dapat memahami isi buku dengan mudah. Berkat narasi yang efektif dan jelas, buku-buku ini dapat dibaca dalam sekali duduk Bahkan, mereka yang bersikeras menolak spiritualitas, akan dipengaruhi oleh fakta-fakta yang didokumentasikan buku-buku ini, dan tak dapat menyangkal kebenaran isinya.
Buku ini, dan semua buku lain karangan penulis dapat dibaca sendirian, atau didiskusikan dalam sebuah kelompok. Pembaca yang antusias untuk memperoleh keuntungan dari buku-buku ini akan menemukan manfaat diskusi, yang membiarkan mereka mengaitkan refleksi-refleksi dan pengalaman-pengalaman satu sama lain.
Sebagai tambahan, penerbitan dan pembacaan buku-buku ini, yang ditulis semata-mata untuk Allah, merupakan persembahan besar bagi Islam. Seluruh buku-buku penulis betul-betul meyakinkan. Berdasarkan alasan itu, salah satu metode paling efektif untuk mengomunikasikan agama sejati pada orang lain adalah dengan mendorong mereka untuk membaca buku-buku ini.
Kami berharap pembaca akan memperhatikan ulasan-ulasan buku lain dari penulis di bagian belakang buku ini. Sumber materinya yang kaya pada isu-isu keimanan sangat bermanfaat, dan menyenangkan untuk dibaca.
Tak seperti buku-buku lainnya, dalam buku-buku ini, pembaca tidak akan menemukan pandangan-pandangan pribadi penulis, penjelasan-penjelasan yang didasarkan pada sumber-sumber yang meragukan, atau gaya-gaya yang luput dari penghargaan dan penghormatan atas topik-topik yang suci. Begitupun, pembaca tak akan menemukan keputusasaan dan argumen-argumen pesimistik yang menciptakan keraguan dalam pikiran dan penyimpangan-penyimpangan hati.

Faruk dan Rayap

Faruk dan Rayap

Hari Minggu yang cerah. Faruk bepergian ke hutan untuk berpiknik dengan guru dan teman-teman sekelasnya. Setibanya di sana, mereka mulai bermain petak umpet.
Tiba-tiba, Faruk mendengar sebuah suara menjerit, "Hati-hati!" Faruk mulai melihat ke kanan dan ke kiri, tak pasti darimana suara itu berasal. Namun, tak seorangpun di sana. Kemudian, didengarnya suara yang sama. Kali ini, suara itu berkata, "Aku ada di bawah sini!" Tepat di sebelah kakinya, Faruk melihat seekor serangga yang tampak mirip sekali dengan semut.
"Kamu siapa?" tanya Faruk.
"Aku adalah seekor rayap," makhluk mungil itu menjawab.
"Aku tidak pernah mendengar makhluk yang bernama rayap," ledek Faruk. "Kamu tinggal sendiri?"
"Tidak," jawab serangga itu, "Kami tinggal di sarang-sarang dalam kelompok-kelompok besar. Kalau kamu mau, aku akan memperlihatkan salah satu padamu."
Faruk setuju, dan mereka berjalan. Ketika mereka tiba, apa yang diperlihatkan rayap pada Faruk tampak seperti sebuah bangunan tinggi tanpa jendela.
"Apa ini?" Faruk ingin tahu.
"Inilah rumah kami," rayap itu menjelaskan."Kami membangunnya sendiri."
termit
"Tapi, kamu begitu kecil," bantah Faruk. "Kalau teman-temanmu ukurannya juga sama denganmu, bagaimana mungkin kalian bisa membuat sesuatu yang begitu besar seperti ini?"
Rayap tersenyum. "Kamu memang pantas terkejut, Faruk. Makhluk kecil seperti kami mampu membuat tempat-tempat seperti ini benar-benar mengejutkan. Tapi jangan lupa, semua ini gampang saja untuk Allah, Pencipta kita semua."
"Lebih dari itu, selain sangat tinggi, rumah-rumah kami memiliki keistimewaan-keistimewaan lain. Misalnya, kami membuat ruang-ruang khusus untuk anak-anak, tempat-tempat untuk menumbuhkan jamur, dan kamar tempat ratu bertahta di rumah-rumah kami. Kami tidak lupa membuat sebuah sistem pertukaran hawa untuk rumah kami. Dengan cara itu, kami dapat menyeimbangkan kelembapan dan suhu di dalam ruangan. Dan, sebelum aku lupa, biarkan aku memberitahu hal-hal lain, Faruq. Kami ini tidak bisa melihat!"
Faruq sangat takjub. "Meskipun kamu begitu kecil sampai-sampai sulit terlihat, kamu bisa membuat rumah-rumah persis seperti gedung-gedung tinggi yang dibuat manusia. Bagaimana kalian melakukan ini semua?"
Rayap itu lagi-lagi tersenyum. "Seperti kukatakan sebelumnya, Allah-lah yang memberi kami semua bakat-bakat luarbiasa ini. Ia menciptakan kami sedemikian rupa hingga kami mampu melakukan hal-hal semacam ini. Tapi Faruq, sekarang aku harus pulang ke rumah dan membantu teman-temanku."
Faruq memahami. "Oke, aku sendiri ingin pergi dan memberitahu orangtua serta teman-temanku tentang apa yang telah kupelajari darimu barusan."
"Gagasan yang bagus, Faruk," Rayap melambaikan tangan. "Jaga dirimu. Semoga kita bisa bertemu lagi."

Asad dan Kupu-Kupu Warna-Warni

Asad dan Kupu-Kupu Warna-Warni

Di akhir pekan, Asad berkunjung ke kakeknya. Dua hari berlalu begitu cepat, dan sebelum Asad mengetahuinya, Ayahnya telah tiba untuk membawanya pulang. Asad mengucapkan selamat tinggal pada kakeknya dan duduk di dalam mobil. Ia melihat keluar jendela, menanti Ayahnya mengumpulkan barang-barangnya. Seekor kupu-kupu hinggap di sebuah bunga tak jauh darinya, mengibaskan-ngibaskan sayap, dan terbang ke jendela mobil.
kelebek
"Kamu mau pulang ke rumah, Asad?" tanya kupu-kupu itu dengan suara kecil.
Asad sangat terkejut. "Kamu tahu siapa diriku?" tanyanya.
kelebek
"Tentu saja aku tahu," senyum kupu-kupu mengembang. "Aku mendengar kakekmu menceritakan dirimu pada tetangga-tetangga."
"Mengapa tidak dari dulu kamu datang dan bicara denganku?" Asad ingin tahu.
"Aku tak bisa, karena aku berada dalam sebuah kepompong di atas pohon dalam taman," kupu-kupu itu menjelaskan.
"Sebuah kepompong? Apa itu?" tanya Asad, yang senantiasa ingin tahu.
"Mari kujelaskan semua dari awalnya," kata kupu-kupu itu sambil menghirup udara dang-dalam. "Kami, kupu-kupu, menetaskan telur menjadi ulat-ulat kecil. Kami memberi makan diri kami dengan mengerumuti dedaunan. Kemudian, kami gunakan cairan yang keluar dari tubuh kami seperti benang, dan membungkus diri kami di dalamnya. Bungkusan kecil hasil tenunan kami disebut sebagai sebuah kepompong. Kami menghabiskan waktu beberapa lama di dalam bungkusan itu sambil tumbuh berkembang. Ketika kami bangun dan keluar dari kepompong, kami mempunyai sayap-sayap cerah berwarna-warni. Kami menghabiskan sisa hidup kami dengan terbang dan memberi makan diri kami dengan bunga-bungaan."
kelebek
Asad mengangguk-angguk penuh pemikiran. "Maksudmu, semua kupu-kupu berwarna-warni itu dulunya adalah ulat-ulat, sebelum mereka menumbuhkan sayap?"
"Bisakah kau lihat ulat hijau di cabang itu?" tanya kupu-kupu.
"Ya, aku melihatnya. Ia sedang menggerogoti daun dengan kelaparan.."
"Itu adik lelakiku," kata ulat bulu itu tersenyum. "Beberapa waktu lagi ia akan menenun sebuah kepompong, dan suatu hari akan menjadi kupu-kupu seperti aku."
Asad punya banyak sekali pertanyaan yang ingin diajukannya pada teman barunya. "Bagaimana caramu merencanakan perubahan ini? Maksudku, kapan kamu keluar dari sebuah telur, berapa lama kamu menjadi seekor ulat bulu, dan bagaimana kamu membuat benang untuk menenun kepompongmu?"
kelebek
"Aku tidak merencanakan apapun," kupu-kupu itu dengan sabar menjelaskan. "Allah telah mengajari kami apa yang perlu kami lakukan, dan kapan kami harus melakukannya. Kami hanya bertindak sesuai dengan kehendak Allah."
Asad benar-benar terkesan. "Pola-pola di sayapmu sangat indah. Semua kupu-kupu memiliki corak yang berbeda-beda, bukankah begitu? Mereka betul-betul berwarna-warni dan menarik perhatian!"
"Itulah bukti kesenimanan Allah yang tak tertandingi. Ia menciptakan kita satu demi satu, dengan kemungkinan cara yang paling indah," temannya menjelaskan.
Asad menyetujuinya dengan antusias: "Tidak mungkin kita mengabaikan hal-hal indah yang telah Allah ciptakan. Ada ratusan contoh di sekeliling kita!"
Kupu-kupu setuju: "Kamu benar, Asad. Kita mesti berterimakasih pada Allah atas segala berkah ini."
Asad melihat ke arah punggungnya. "Ayahku datang. Tampaknya kami akan segera berangkat. Luarbiasa sekali bisa bertemu denganmu. Bisakah kita berbicara lagi ketika aku datang minggu depan?"
"Tentu saja," kupu-kupu mengangguk. "Semoga selamat di perjalanan sampai ke rumah."
Segala sesuatu di langit dan bumi memuja Allah ...  (Surat al-Hadid, 1)
Tidakkah kalian melihat bahwa Allah mencurahkan air dari langit, dan dengannya Ia menumbuhkan buah-buahan beraneka jenis? Di pegunungan, terdapat lapisan-lapisan merah dan putih, bayang-bayang yang beranekaragam, dan batu-batu hitam legam. Manusia dan hewan, serta ternak, juga beraneka warna. Hanya pelayanNya yang berpengetahuan yang takut kepada Allah. Allah adalah Yang Maha Kuasa, Maha Memaafkan  (Surat Fatir: 27-28)

Irfan dan Burung Pelatuk

Irfan dan Burung Pelatuk

Hari Minggu, Irfan berjalan-jalan di sebuah hutan dengan Ayahnya. Ketika tengah berjalan, ia memikirkan betapa indahnya pepohonan dan seluruh alam semesta. Ayahnya kemudian bertemu dengan seorang teman, dan ketika dua orang dewasa itu bercakap-cakap, Irfan mendengar sebuah suara:
ağaçkakan
Tuk, tuk, tuk, tuk, tuk, tuk ... Suara itu datang dari sebuah pohon. Irfan mendatangi burung yang membuat suara itu, dan bertanya:
"Mengapa engkau memukuli pohon dengan paruhmu seperti itu?"
Burung itu menghentikan pekerjaannya, dan berbalik memandang Irfan. "Aku seekor pelatuk," jawabnya. "Kami membuat lubang di pepohonan, dan membangun sarang-sarang kami di dalamnya. Kadang-kadang kami menyimpan makanan di dalam lubang-lubang pohon ini. Lubang ini adalah lubang pertama buatanku. Aku akan membuat ratusan lubang persis seperti ini." Irfan memperhatikan lubang itu. "Bagus. Tapi, bagaimana engkau menyimpan makanan di tempat sekecil ini?" Ia berpikir.
"Sebagian besar burung pelatuk memakan biji ek. Biji-biji ini cukup kecil," si pelatuk menjelaskan. "Di dalam setiap lubang, aku akan meletakkan sebiji ek. Dengan cara itu, aku dapat menyimpan cukup makanan untuk diriku sendiri."
Irfan bingung. "Tapi, daripada capek-capek membuat puluhan lubang kecil seperti ini," katanya, "kamu bisa membuat sebuah lubang besar dan menyimpan semua makananmu di sana."
ağaçkakan
Burung pelatuk itu tersenyum. "Kalau itu kulakukan, burung-burung lain akan datang dan menemukan tempat persediaan makananku. Mereka akan mencuri biji ek. Lubang yang kubuat berbeda-beda ukurannya. Ketika kuletakkan biji ek yang kutemukan ke dalam lubang, kusimpan sesuai dengan ukurannya. Ukuran biji ek persis sebesar lubang buatanku. Dengan cara itu, biji ek dapat menempati lubang dengan pas, dan rapat! Allah menciptakan paruhku sedemikian rupa sehinga aku dapat mengeluarkan biji ek dengan mudah dari dalam lubang. Karena itu, aku dapat mengambil dari pohon tanpa kesulitan apapun. Burung-burung lain tak dapat melakukan itu, karenanya, makananku aman. Tentu saja, aku tak punya otak untuk memikirkan semua itu. Aku ini cuma seekor pelatuk. Allah membuatku melakukan semua ini. Allahlah yang mengajariku bagaimana menyembunyikan makananku. Allah yang menciptakan paruhku dengan cara yang tepat untukku. Sesungguhnya, ini bukan hanya terjadi padaku—semua makhluk hidup mampu melakukan hal-hal yang mereka lakukan karena itulah cara yang diajarkan Allah pada mereka."
Irfan setuju: "Engkau benar. Terimakasih telah memberitahu aku semua itu ... Kamu mengingatkan aku pada kuasa Allah yang luarbiasa."
Irfan mengucapkan selamat jalan pada teman kecilnya, dan kembali pada Ayahnya. Ia sangat gembira karena ke manapun ia memandang, ia selalu melihat keajaiban Allah lainnya.

Jalal dan Burung Camar

Jalal dan Burung Camar

Ketika bepergian dengan kapal feri, dalam cuaca yang panas-terik, Jalal paling suka duduk di dek kapal. Dengan cara itu, ia bisa memandang laut lebih dekat, dan dapat memperhatikan sekelilingnya lebih mudah. Satu hari, Jalal naik kapal feri bersama Ibunya. Ia segera mendatangi dek dan duduk di sana. Sekelompok camar mengikuti feri seakan mereka tengah berlomba satu sama lain. Camar-camar itu melakukan pertunjukan yang menarik, berpilin dan berputar di udara, saling berebutan remah-remah roti yang dilemparkan oleh para penumpang feri pada mereka.
martı
Salah satu camar meluncur pelan dan mendarat di tempat duduk sebelah Jalal.
"Suka nggak dengan pertunjukan terbang kami?" tanyanya. "Kulihat, kamu memperhatikan kami begitu cermat. Siapa namamu?"
"Namaku Jalal. Ya, aku sangat suka melihatmu terbang. Kulihat, kamu bisa tetap berada di udara tanpa perlu mengepakkan sayap sama sekali. Bagaimana kamu melakukan itu?"
Camar tersebut mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kami, burung camar, menempatkan diri kami sesuai dengan arah angin. Bahkan jika cuma ada sedikit angin, arus udara yang naik akan mengangkat kami. Kami memanfaatkan gerakan ini, dan kami dapat melakukan perjalanan jauh tanpa perlu mengepakkan sayap sama sekali."
"Kami bergerak maju-mundur dalam kumpulan udara yang naik dari (permukaan) laut," burung camar melanjutkan penjelasannya. "Arus ini memastikan bahwa kami memiliki udara di bawah sayap, dan hal itu memungkinkan kami untuk tetap di udara tanpa menggunakan terlalu banyak energi."
martı
Jalal masih tidak yakin apakah dia betul-betul memahami. "Aku melihatmu di sana, di udara, tanpa menggerakkan sayap, seakan-akan kamu tertahan di situ. Dan kamu melakukan semua ini dengan bertindak sesuai dengan arah angin? Aku bisa lihat itu. Namun, bagaimana kamu memperhitungkan kekuatan dan dari arah mana angin itu datang?"
"Dari pengetahuan kami sendiri, tidak mungkin kami bisa melakukan itu," camar memulai penjelasannya. "Ketika menciptakan kami, Allah mengajari kami bagaimana caranya terbang, dan bagaimana melayang di udara tanpa buang-buang energi. Contoh-contoh ini diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyadari keberadaan Allah dan memahami kekuatanNya."
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas? Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.  (Surat an-Nahl: 79)
Jalal memikirkan pertanyaan lain. "Ya, kamu tetap tertahan di udara, seolah-olah diikat oleh seutas tali ... Agar mampu melakukan ini, kamu perlu mengetahui matematika dengan baik, dan bisa melakukan perhitungan yang rumit. Namun, kamu telah melakukannya tanpa masalah sejak awal kamu terbang, begitu kan?"
"Benar sekali," camar itu menyetujui. "Tuhan kita memberikan ilham bagi setiap makhluk hidup. Kami semua melakukan apa yang diperintahkan pada kami. Jangan pernah lupa bahwa Allah mencakup segala sesuatu dan menjaganya di bawah kendaliNya. Ia adalah Pemimpin segala sesuatu. Engkau dapat menemukan banyak ayat tentang hal ini di dalam Al Quran. Nah, feri ini mendekati daratan sekarang, dan aku akan terbang kembali untuk bergabung dengan teman-temanku. Sampai berjumpa lagi ..." Jalal menyaksikan teman barunya terbang menjauh, kian mengecil di kejauhan.
Setibanya di rumah, Jalal mencari sebuah ayat dalam Al Quran tentang segala sesuatu yang berada di bawah kendali Allah. Ia menemukannya dalam Surat Hud, dan segera mempelajari ayat tersebut dengan sungguh-sungguh:
[Hud menyebutkan,] "Aku telah meletakkan kepercayaanku kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada makhluk yang muncul tanpa perencanaan. Tuhanku berada pada Jalan Yang Lurus.""  (Surat Hud: 56)

Dear Children,
Anak-anakku, pernahkah kalian mendengar sejenis burung yang dikenal dengan nama MEGAPODE? Ketika burung-burung ini mempunyai anak yang harus dibesarkan, selalu burung jantan yang merawat anak-anak burung itu. Pertama, Ibu burung menggali lubang besar untuk meletakkan telur-telur di dalamnya. Setelah telur-telur diletakkan, burung jantan harus menjaga agar suhu sarang tetap 92 derajat Fahrenheit (atau 3 derajat Celsius).
Untuk mengukur suhu sarang, burung jantan mengubur paruhnya dalam pasir yang menutupinya, menggunakan sarangnya seperti termometer. Burung mengulang-ulang terus hal ini. Jika suhu sarang meningkat, dengan segera burung membuka lubang udara untuk menurunkan suhu. Paruh burung juga merupakan termometer yang luarbiasa peka. Jika seseorang melemparkan segenggam tanah di atas sarang dan suhunya meningkat sedikit sekali, burung dapat mendeteksinya. Pengukuran semacam itu hanya mungkin kita lakukan dengan menggunakan sebuah termometer. Namun, MEGAPODE melakukan hal ini sejak berabad-abad lamanya, dan tak pernah membuat kesalahan sekecil apapun.
Ini karena Allah mengajari mereka segala sesuatu. Adalah Allah Yang Maha Kuasa, yang telah menciptakan paruh dengan kepekaan seperti termometer.

Kamal dan Kunang-Kunang

Kamal dan Kunang-Kunang

Pada malam musim panas, Kamal dan keluarganya biasa menyantap makanan malam mereka di taman. Suatu malam di musim panas, ketika mereka bangkit dari meja, Kamal melihat seberkas cahaya timbul tenggelam di antara pepohonan di sisi taman. Ia pergi mendatangi pohon-pohon itu untuk melihat apa yang terjadi. Dilihatnya seekor serangga terbang melintas dengan cepat. Serangga itu sangat berbeda dengan yang biasa dilihatnya di siang hari. Serangga kali ini memancarkan sinarnya ketika terbang.
ateşböceği
Serangga itu berhenti terbang untuk beberapa saat, dan mendatangi Kamal. "Halo, " katanya. "Kamu kelihatan terkejut. Kamu sudah memperhatikan aku cukup lama. Namaku Kunang-Kunang. Namamu siapa?"
"Namaku Kamal. Kamu benar, aku belum pernah melihat serangga yang bekerdipan dengan sinar seperti kamu. Sinar hijau kekuningan memancar dari tubuhmu. Aku teringat ketika aku menyentuh sebuah bola lampu, tanganku terbakar. Apakah cahaya yang keluar dari tubuhmu itu tidak melukaimu?"
Kunang-kunang itu mengangguk. "Kamu benar, Kamal, waktu kamu katakan bahwa lampu menjadi sangat panas ketika memancarkan cahaya. Bola lampu menggunakan tenaga listrik untuk menghasilkan cahaya, sebagian tenaga listrik itu berubah menjadi panas. Itulah yang menyebabkan lampu menjadi panas. Tetapi, kami tidak mengambil energi luar untuk cahaya yang dipancarkan oleh tubuh kami."
Kamal pikir ia mengerti. "Jadi, itu berarti kamu tidak menjadi panas?" ia bertanya.
“Itu betul,” kunang-kunang setuju. “Kami menghasilkan sendiri energi kami, dan kami gunakan energi ini dengan sangat hati-hati. Itu berarti, tak sedikitpun energi terbuang, dan energi itu tidak menghasilkan panas yang bakal melukai tubuh kami.”
mantar
Kamal menimbang sejenak, "Wah, itu betul-betul sistem yang dipikirkan dengan cerdik."
"Ya, memang," temannya setuju. "Ketika Allah menciptakan kami, Ia merencanakan segala sesuatu yang kami perlukan dalam kemungkinan cara yang terbaik. Ketika kami terbang, kami mengepakkan sayap sangat cepat. Tentu saja, itu adalah pekerjaan yang membutuhkan banyak energi. Namun karena cahaya kami tidak banyak menggunakan energi, kami tidak punya masalah dengan itu."
Kamal punya hal lain yang ingin ditanyakannya. "Untuk apa cahaya yang kalian pancarkan?"
Temannya menjelaskan: "Kami menggunakannya untuk menyampaikan pesan di antara kami, juga untuk melindungi diri kami sendiri. Ketika kami ingin mengatakan sesuatu satu sama lain, kami berbicara dengan mengedip-ngedipkan cahaya kami. Pada saat yang lain, kami memanfaatkannya untuk menakut-nakuti musuh kami, dan mengusir mereka dari kami."
Kamal sangat terkesan dengan apa yang telah dikatakan temannya pada dirinya. "Jadi, apapun yang kamu perlukan ada di dalam tubuhmu, sehingga kamu tidak perlu berlelah-lelah!"
"Itu benar," kunang-kunang setuju. "Bertentangan dengan semua upaya terbaik mereka, para cendekiawan belum berhasil mengembangkan sebuah sistem yang persis seperti kami miliki. Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, Allah menciptakan kami dengan cara yang paling indah, dan dengan cara yang paling sesuai dengan kebutuhan kami, persis seperti semua makhluk hidup lainnya."
tavşan
Kamal tersenyum. "Terimakasih. Apa yang sudah kamu ceritakan padaku sungguh menarik. Aku sekarang menyadari apa makna ayat yang kubaca kemarin, "Maka, apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?' (Surat an-Nahl: 17).Ketika kamu pikirkan diri sendiri, juga semua makhluk hidup yang telah diciptakan Allah, ada banyak sekali contoh untuk diambil hikmahnya!!"
"Ya, Kamal, setiap makhluk hidup adalah bukti keutamaan seni penciptaan Allah. Kini, kapanpun kaulihat sesuatu, kamu akan mampu memperhatikannya. Sekarang, aku harus pergi. Tapi, jangan lupa dengan apa yang pernah kita obrolkan!"
Kamal melambaikan tangan kepada temannya. "Senang sekali bertemu denganmu. Mudah-mudahan aku bisa melihatmu lagi ..."
Dalam perjalanan pulang, merenungkan rancangan kunang-kunang yang begitu menakjubkan, Kamal ingin segera memberitahu keluarganya tentang percakapannya dengan teman kecilnya.
Ialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.  (Surat Al Hasyr: 24)

Laut Merah terletak di antara dua gurun pasir. Tak ada sungai ataupun air segar yang mengalir. Dengan kata lain, tidak ada pertukaran oksigen atau nitrogen. Normalnya, laut seperti ini akan menjadi gurun tandus seperti daratan yang mengelilinginya. Namun, di Laut Merah terdapat beranekaragam koral. Koral-koral yang mampu hidup di tempat ini, kendati berada dalam kondisi-kondisi sulit, dapat melakukan hal tersebut karena simbiosis (yaitu, cara hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya) yang mereka bangun dengan makhluk-makhluk lain yang menyerupai tanaman, disebut alga (algae). Alga menyembunyikan diri dari musuh-musuhnya di dalam karang-karang koral, dan menggunakan sinar matahari untuk berfotosintesis. Gaya hidup yang harmonis dari kedua makhluk ini merupakan bukti lain dari keajaiban penciptaan Allah.

Ahmad dan Kodok Hijau

Ahmad dan Kodok Hijau

Pada akhir pekan, Ahmad pergi memancing di sebuah danau bersama Ayahnya. Ketika Ayahnya menyiapkan joran-joran pancing, Ahmad meminta izin untuk menjelajahi kawasan sekitarnya. Ayah mengizinkan, asalkan Ahmad tidak pergi terlalu jauh.
kurbağ
Ahmad mulai berjalan di antara kabut di tepi danau. Seekor kodok tiba-tiba melompat di antara dua semak dan mendarat di atas batu tepat di depannya.
"Kamu hampir saja menginjakku!" si kodok mengeluh.
"Maaf," ujar Ahmad. "Warnaiiiiimu persis seperti dedaunan, sampai-sampai aku tidak melihatmu, kodok kecil. Namaku Ahmad, dan aku sedang berjalan-jalan di sini."
Kodok itu tersenyum: "Senang sekali bertemu denganmu, Ahmad. Wajar saja kalau kamu tidak melihatku. Aku hidup di antara semak-semak ini, dan warnaku senada dengan warna dedaunan. Dengan cara itu, musuh-musuhku tidak dapat melihatku, seperti kamu. Aku dapat bersembunyi dari mereka dengan mudah."
kurbağa
Ahmad berpikir sejenak. "Ya, tapi bagaimana kalau mereka melihatmu? Lalu, apa yang kamu lakukan?"
"Kalau kamu perhatikan dengan teliti," kata kodok itu, sambil mengangkat sebelah kakinya, "Kamu akan melihat selaput di antara jari-jariku. Ketika aku melompat, kubuka semua jariku. Dengan cara itu, aku dapat melayang di udara. Kadang-kadang aku bisa terbang sampai 40 kaki (12 meter) dalam sekali lompatan."
"Lalu, bagaimana ketika kamu ingin mendarat?" Ahmad berpikir.
"Kugunakan kaki-kakiku ketika ku terbang. Kugunakan selaput kakiku seperti parasut untuk melambatkan kecepatan badanku saat mendarat," kodok itu menjelaskan.
"Wah, itu sangat menarik," Ahmad merenung. "Sebelumnya, aku tidak pernah membayangkan kalau kodok bisa terbang."
Kodok itu menyeringai. "Beberapa spesies kodok dapat terbang sejauh mereka dapat berenang. Inilah rahmat yang diberikan Allah pada kami. Allah menciptakan warna-warna kami sedemikian rupa untuk menyamarkan kami dalam lingkungan tempat tinggal kami. Hal itu memungkinkan kami untuk bertahan hidup. Jika Allah tidak menciptakan kami seperti ini, dengan segera kami akan terbunuh oleh binatang-binatang lain."
kurbağa

Kaki Kodok yang Berselaput

Salah satu makhluk menakjubkan yang diciptakan Allah adalah sejenis kodok yang hidup di hutan-hutan perawan. Ciri paling menarik dari kodok pohon kecil, yang mempunyai kaki-kaki kecil dan selaput di antara jemarinya, adalah bahwa ia dapat menggunakan kaki-kakinya untuk terbang dengan meluncur di udara.
Ketika kodok kecil ini terbang dari pohon ke pohon, ia menggunakan kaki-kakinya seperti parasut ketika hendak melunakkan pendaratannya. Dengan membuka selaput di antara jemarinya, kodok menggandakan wilayah permukaan tubuhnya.
Kodok terbang dapat melayang di udara sejauh lebih dari 40 kaki (12 meter), sebelum mendarat di sebuah pohon. Dengan menggerakkan kaki-kakinya dan mengubah bentuk kaki yang berselaput, mereka bahkan dapat mengendalikan arah terbangnya.
Ahmad melihat maknanya. "Selaput di antara jari-jarimu penting bagimu agar bisa melompat dalam jarak yang jauh. Aku tidak punya selaput di kakiku karena aku tidak memerlukannya. Kebutuhan setiap makhluk hidup berbeda-beda, bukankah begitu?"
"Ya, kamu benar. Kamu menyatakannya dengan baik."
Ahmad menjawab, "Allah menciptakan kita dengan cara terbaik untuk memudahkan hidup kita. Kita semestinya bersyukur padaNya karena itu."
"Benar, benar sekali, Ahmad," temannya setuju. "Tuhan kita menciptakan semua makhluk hidup sesuai dengan lingkungan tempat mereka hidup. Ia memberikan kita apapun yang kita perlukan ketika kita dilahirkan."
"Ya," kata Ahmad. "Sekarang, kodok kecil, aku harus pergi. Kalau tidak, Ayahku akan mengira sesuatu terjadi padaku. Senang sekali berbincang-bincang denganmu. Jika di lain waktu aku datang ke sini, aku akan kembali mengunjungimu."
"Aku akan menantimu. Senang juga bertemu denganmu. Selamat tinggal, Ahmad ..." kodok itu berkuak sambil melompat kembali ke dalam semak, dan menghilang dari pandangan Ahmad.